Explore Here........

Senin, 11 Agustus 2008

Lumpur Panas Bisa Jadi Objek Nanoteknologi

Lumpur Panas Bisa Jadi Objek Nanoteknologi

Nanoteknologi bisa diaplikasikan pada lumpur Lapindo terutama untuk memproses silika yang kadarnya cukup signifikan untuk dipisahkan. Silika inilah yang dapat diproses dengan mesin ball mill sehingga menghasilkan nanosilika sebagai bahan penguat batako atau batu bata.

"Cukup mencampurnya dengan komposisi 10 persen berat semen yang dicampurkan ke dalam lumpur maka kekuatannya bisa mencapai 2 hingga 3 kali dari desain bata atau batako yang dibuat sebelumnya," ujar Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) Dr. Nurul Taufiqur Rahman M. Eng., di Surabaya, Senin (7/8). Batu bata yang sedang dikembangkan di sekitar lokasi semburan lumpur saat ini merupakan campuran lumpur dan tanah liat dengan komposisi masing-masing 50 persen.

Menurut Taufiq, nano silika bersifat nanofiller. Artinya, partikel-aprtikel silika dalam ukuran nanometer tersebut akan mengisi rongga-rongga kosong di dalam batubata yang potensial menimbulkan pelapukan dan tidak kedap air.

"Rongga-rongga dalam batubata akan tertutup dengan nanoteknologi ini. Itulah mengapa aplikasi nanoteknologi dalam pemanfaatan lumpur panas Lapindo sangat mungkin dilakukan," ungkapnya. Pertimbangannya, selain relatif murah karena teknologinya sudah dikuasai ahli-ahli dari Indonesia, bahan-bahannya juga mudah didapatkan.

Nanoteknologi sebenarnya bertujuan untuk melakukan rekayasa, memanipulasi dan mengontrol sebuah objek dengan ukuran nanometer (sepermiliar meter). Rekayasa ini dilakukan oleh mesin-mesin seukuran molekul yang diciptakan secara khusus. Dengan nanoteknologi, material dapat didesain sedemikian rupa dalam orde nano, sehingga dapat memperoleh sifat dan material yang diinginkan tanpa memboroskan atom-atom yang tidak diperlukan.

Arah nanoteknologi

Untuk melaksanakan semua ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ditunjuk sebagai koordinator pengembangan nanoteknologi wilayah timur. Melalui kerja sama ini, diharapkan jaringan penelitian dan penggunaan laboratorium dapat maksimal dalam menghasilkan temuan yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Disamping itu, hambatan ketiadaan laboratorium dan ahli di sebuah instansi dapat teratasi," ujar Nurul. Menurut Nurul, nanoteknologi merupakan sebuah masa depan, karena telah mempengaruhi semua industri seperti kimia, tekstil, komputer, penyimpanan data, transportasi, energi, kesehatan, dan keamanan.

Di Amerika Serikat, riset nanoteknologi marak sejak laboratorium pertama berdiri pada 1993 dan kini telah menjalar ke negeri Cina, sehingga sekarang ini beberapa produk mereka bermunculan. Lima negara terbesar investasinya adalah AS (35 persen), Jepang, Cina, Korea (Asia 35 persen), dan Uni-Eropa, terutama Jerman (28 persen). Pada 2004, investasi nanoteknologi di seluruh dunia sekitar 6 miliar dolar AS dan 4,6 miliar AS di antaranya dikeluarkan pemerintah.

Di Indonesia sendiri, nanoteknologi belum terlihat pada arah yang jelas. Hal ini dikarenakan belum ada usaha yang memfokuskan riset bersama di bidang tertentu untuk pencapaian yang hebat.

"Itulah sebabnya, melalui kerjasama dengan ITS dan perguruan tinggi-perguruan tinggi lain, kami ingin mengajak untuk memikirkan secara bersama-sama terhadap arah dan pengembangkan nanoteknologi ke depan," tutur Dr Nurul.

0 komentar:

Posting Komentar

Ads for You